Selamat Datang Orang Gila !!! .:: Welcome Lunatic ::.

Arema, arema, dan Arema ( Aremania )

Aremania adalah sebutan untuk kumpulan pendukung, penggemar dan penonton kesebelasan sepak bola Malang, Arema. Meskipun saat ini akhirnya istilah Aremania juga –dengan bangganya- dipakai oleh siapapun yang ingin dikenal sebagai orang Malang meskipun dia bukan penggemar bola.

Arema bukanlah tim langganan juara. Prestasinya juga tidak bisa dibilang stabil, sestabil MU atau AC Milan. Kadang menangan kadang kalahan, susah nyebutnya. Dibilang jago kandang, eh ternyata juga kalah di kandang. Jadi juara nasional divisi utama pun juga masih dua kali, galatama satu kali dan divisi 1 satu kali. Tapi siapa yang nyangka ratusan ribu orang bisa dengan gampangnya setuju dan taat untuk jalan kaki sama-sama, berhujan-hujan sama-sama dan membeli tiket dengan bangganya, demi untuk mendukung kesebelasan mereka berlaga di kompetisi sepakbola. Puluhan kesebelasan di Indonesia lain juga punya supporter tapi tidak bisa sefanatik dan sekompak Aremania.

Satu anugerah yang ada di Aremania adalah jiwa kebersamaan yang amat kuat untuk hal yang positif. Aremania malu bila masuk stadion tanpa tiket. Malu minta-minta nasi gratis, dan bahkan malu serobot antrian masuk. Padahal mereka notabene adalah anak-anak muda yang sering dikeluhkan orang tua susah untuk dinasehati. Tapi bila sudah turun ke jalan maka rasa kebersamaan antar mereka tiba-tiba saja menjadi kesadaran penuh seperti etika tak tertulis.

Saya bilang anugerah Tuhan karena memang dari situlah jawaban paling singkat dan undeniable untuk pertanyaan bagaimana kekompakan ini bisa terjadi. Budaya Aremania ini bisa dianggap mewakili semangat baik ala Timur yang masih tersisa. Yaitu adat ‘bersama saling peduli demi menjaga nama baik komunitas’. Seorang Aremania tidak akan sungkan-sungkan mengingatkan dan menegur temannya –baik yang sudah kenal ataupun belum- bila mereka melakukan tindakan memalukan, ngambil krupuk gak bayar, misalnya. Mereka telah secara reflek melihat hal tersebut akan mengakibatkan reputasi komunitas akan tercemar, satu hal yang memang sering disebabkan oleh satu dua oknum yang tidak terkontrol.

Yang pasti, membandingkan komunitas bule yang diwakili seorang ‘oknum’ seperti Carla Bruni (dengan komunitas kita sendiri) membuat saya membayangkan orang-orang bule itu memang rata-rata tidak mempunyai standar pakaian ‘sesopan’ kita orang Timur dan hal itu bahkan telah sedemikian parah hingga tidak juga menjadi standar seorang first lady. Saya merasa masih sangat beruntung menjadi orang Timur, berbudaya sopan dalam berpakaian plus berada dalam komunitas Aremania. Masih ada identitas lebih jelas dan cocok dengan budaya kita dalam bersikap dan berbusana, dan itu membanggakan. Bagus loh dilakukan ditengah semakin santernya trend budaya barat yang terus-terusan melapisi masyarakat kita.

Tapi Aremania juga bukan sebuah agama. Jangan berharap semangat ini mengakomodasi semua persoalan (meskipun punya potensi besar ke arah itu). Belum sampai menyentuh seorang Aremania yang cerai dengan istrinya dikembalikan lagi oleh Aremania yang lain, misalnya, meskipun bisa saja terjadi tapi pasti ada faktor lain sebagai tambahan dari hanya sekadar semangat Aremania. Bagaimanapun, yang jelas ini adalah satu anugerah budaya yang amat perlu dijaga dan lebih dibudayakan lagi, hingga suatu hari semangat Aremania bisa masuk ke meja-meja birokrat agar saling mengingatkan untuk tidak terima amplop, masuk ke mesjid dan langgar untuk juga mau berbondong-bondong atau berhujan-hujan sholat jamaah, masuk ke sekolah untuk mengejar prestasi sekeras mungkin dan sebagainya.

Indonesia mungkin sangat bisa memakai Aremania sebagai pilot project atau bahan penelitian untuk bagaimana menggalang kebersamaan yang lebih berskala nasional. Semangat Aremania sangat mungkin menjadi alternatif bahan dasar pertahanan budaya dari serangan arus budaya Barat yang semakin banyak menggerogoti generasi ini

Tokoh seperti Yuli Sumpiel yang diangkat di film The Conductors adalah sangat potensial untuk digandeng oleh para pihak (pemerintah, ulama, guru) yang berkepentingan membentuk budaya sebuah komunitas masyarakat karena dia adalah ikon kaum proletar, masyarakat akar rumput dan awam yang berjumlah amat banyak.

Entah mungkin suatu saat demi untuk lebih meningkatkan kesadaran ber-Aremania, perlu distandarkan skill untuk berhak menyandang nama Aremania, pertama minimal hapal hymne-hymne Arema , misalnya, tanda bahwa memang dia amat peduli dengan Arema-nya.

Menurut anda tentang blog ini?